Entri Populer

Kamis, 27 Oktober 2011

Peduli Lingkungan Hidup? Mulailah dari yang terkecil

Brosur dari ICC2011
Brosur dari ICC2011
Pernah ditawari brosur? Bukan hal yang aneh nampaknya. Pergi ke pameran perumahan? Dengan bermurah hati penjual membagikan brosur rumah berbagai tipe . Pergi mengambil rapor anak? Berbagai brosur bimbingan belajar dan calistung (baca-menulis-berhitung)lah yang akan disebarkan. Sedangkan di pameran Indonesia International Communication Expo 2011, berhamburan tawaran brosur/selebaran produk komputer dan semua yang berhubungan dengan teknologi informasi terbaru.
Suatu langkah bijak apabila kita tidak menerima begitu saja kertas-kertas brosur itu. Karena membandingkan spesifikasi setiap produk bisa kita lakukan di tempat pameran atau showroom. Itupun kalau kita memang berniat membeli produk. Sedangkan seringkali kita ke pameran hanya untuk melihat-lihat. Kemudian menerima begitu saja brosur yang disodorkan pramuniaga. Kemana biasanya kertas brosur akan berakhir ? Ya, tempat sampahlah muaranya.
Sungguh suatu ironi, karena umumnya bahan baku kertas berasal dari illegal logging (92 %), hanya 8 % berasal dari hutan tanaman industri(HTI), sehingga banyak komunitas yang peduli lingkungan menyelenggarakan lomba majalah dinding (mading) bertema paperless competition.
Kepedulian untuk mengurangi konsumsi kertas juga disebabkan oleh beberapa kenyataan sebagai berikut :
  • Satu rim kertas A4 menghabiskan sebatang pohon berusia minimal 5 tahun.
  • Suatu lahan pepohonan kayu keras setinggi 4 kaki panjang 4 kaki dan lebar 8 kaki dapat menghasilkan 942.100 halaman buku atau setara dengan 4.384.000 perangko atau setara dengan 2.700 eksemplar koran.
  • Sekarang kebutuhan kertas nasional sekitar 5,6 juta ton/tahun.  Jika kita berhasil  menghemat 1 ton kertas, berarti kita juga menghemat 13 batang pohon besar, 400 liter minyak, 4.100 Kwh listrik dan 31.780 liter air.
Mengapa konversi kertas menunjukkan begitu besarnya pengorbanan sumber daya alam lainnya? Hal tersebut disebabkan karena kita tidak pernah membeli barang konsumsi dengan “harga sebenarnya”.Ada begitu banyak sumber daya alam yang tidak masuk dalam rekapitulasi cost/unit. Salah satunya adalah air. Air yang sering disepelekan dan tidak dihargai. Padahal krisis air di Indonesia adalah keniscayaan karena setiap tahun deforestasi terjadi seluas pulau Bali. Air pegunungan di Indonesia juga di ekspor tanpa ada usaha “menyimpan” air.
Karena itu seharusnya ada peraturan pemerintah yang membatasi penggunaan kertas untuk pemasaran. Sehingga pembuat strategi pemasararan cermat dalam membuat kertas brosur dan juga cermat menugaskan/membayar orang untuk menyebarkannya. Sangat sering kita temukan brosur-brosur tersebut teronggok di tepi jalan atau di lantai kendaraan umum bukan? Sudah waktunya kita berhemat, walau terlambat kita harus peduli lingkungan dimana kita hidup. Dan untuk itu kita mulai dari yang selama ini kita anggap sepele: Menolak selebaran/brosur! Khususnya apabila kita tidak memerlukannya.
oiya ada komentar kompasianer Sultan Pangeran tentang brosur-brosur yang dibagikan oleh pramuniaga-pramuniaga cantik ini, “Dikasi kok ngga diterima, kan kasihan!”  Hmm…… setujukah Anda dengan komentar Sultan Pangeran ?
Gadis cantik yang menyebarkan brosur
Gadis cantik yang menyebarkan brosur
Walau dihindari tetap ada, apalagi kalau tidak .......
Walau dihindari tetap ada, apalagi kalau tidak …….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar